HAK ATAS TANAH ADAT: GERAKAN MASYARAKAT ADAT PANDUMAAN-SIPATUHUTA SELAMA ERA REFORMASI
DOI:
https://doi.org/10.31969/alq.v25i3.784Keywords:
masyarakat adat, konflik, tanah adat, pengakuan dan penetapan, identitas budaya batak toba.Abstract
Masa reformasi ditandai dengan munculnya berbagai gerakan sosial baru di Indonesia, salah satunya adalah gerakan masyarakat adat. Artikel ini akan membahas mengenai gerakan masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara yang berhasil mempertahankan tanah adatnya, serta menjelaskan strategi perjuangan untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan hak atas tanah masyarakat hukum adat dari pemerintah. Tumpang tindih atas kepemilikan tanah adat dengan kawasan hutan negara mengakibatkan konflik antara masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL) pada tahun 2009. Masyarakat menolak tanah adatnya ditunjuk sebagai wilayah areal konsesi PT. TPL karena perusahaan menebangi pohon kemenyan milik masyarakat. Gerakan masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta menggunakan identitas budaya masyarakat Batak Toba sebagai alat perjuangannya. Perjalanan panjang perjuangan masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta atas tanah adatnya tidak terlepas dari berbagai kekerasan dan intimidasi dari berbagai pihak. Bahkan, sejumlah tokoh yang terlibat dalam konflik tersebut ditangkap dan dipenjara oleh aparat kepolisian. Pada akhir tahun 2016, Presiden Joko Widodo, melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menetapkan dan mengeluarkan tanah adat Pandumaan-Sipituhuta seluas 5.172 hektar dari konsesi PT. TPL. Pada awal tahun 2019, tanah adat tersebut disahkan sebagai hutan adat milik masyarakat hukum adat Pandumaan-Sipituhuta oleh Pemerintah Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dan tahapan kerja ilmu sejarah.References
Acciaioli, Greg. 2010. “Dari Pengakuan Menuju Pelaksaan Kedaulatan Adat : Konseptualisasi-ulang Ruang Lingkup dan Signifikansi Masyarakat Adat dalam Indonesia Kontemporerâ€. Dalam Adat dalam Politik Indonesia, 323-346.
Hak Atas Tanah Adat: Gerakan Masyarakat Adat Pandumaan-Sipatuhata Selama Era Reformasi – Lasron P. Sinurat| 497
Editor Jamie S. Davidson, dkk. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Afiff, Suraya dan Celia Lowe. Claiming Indiginious Community : Political Discourse and Natural Resource Rights in Indonesia. Alternative : Global, Local, Political, Vol. 32, No. 1, The Political Economy of Development in Indigenous Communities (January-Maret 2007) Sage Publication : 73-97. Available : https://www.jstor.org/stable/40645203.
D’Andrea, Claudia. 2013. Kopi, Adat, dan Moral : Teritorialisasi dan Identitas Adat di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Yogyakarta : Tanah Air Beta.
Manalu, Dimpos. 2009. Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik : Studi Kasus Gerakan Perlawanan Masyarakat Batak VS PT. Inti Indorayon Utama di Sumatera Utara. Yogyakarta : UGM Press.
Mongabay.co.id. “Ratusan Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta Siap ke Polres Humbang Hasundutanâ€. 26 September 2012.
Mongabay.co.id. “Perda Pengakuan Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta Ketok Paluâ€, 20 February 2019.
Mongabay.co.id. “Warga Pandumaan-Sipituhuta Bersiap Hijaukan Kembali Hutan Adat Merekaâ€, 5 Juni 2019.
Setkab.go.id. “Serahkan Sembilan Surat Pengakuan Hutan Adat, Presiden Jokowi : Pertahankan Fungsi Konservasi, Jangan Diperjualbelikanâ€. 30 Desember 2016.
Siagian, Saurlin dan Trisna Harahap. 2016. “Pandumaan dan Sipituhuta vs TPL di Sumatera Utara: Tangis Kemenyan, Amarah Perempuanâ€. Dalam Konflik Agraria Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan, 3-18. Editor Eko Cahyono, dkk. Jakarta : Komnas HAM.
Silaen, Viktor. 2006. Gerakan Sosial Baru : Perlawanan Komunitas Lokal pada Kasus Indorayon di Toba Samosir. Yogyakarta : IRE Press.
Silalahi, Masron Delima. 2015. “Gerakan Kolektif Masyarakat Adat Batak Toba Memperjuangkan Pengakuan Eksistensi Dan Hak-Hak Adat Studi Di Desa Pandumaan Dan Sipituhuta, Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan-Sumatera Utaraâ€. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id.
Simanjuntak, Suryati. 2016. “Merampas Haminjon, Merampas Hidup: Pandumaan-Sipituhuta Melawan Toba Pulp Lestariâ€. Dalam Konflik Agraria Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan, 19-52. Editor Eko Cahyono, dkk. Jakarta : Komnas HAM.
Situmorang, Sitor. (2009). Toba Na Sae : Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX. Jakarta : Komunitas Bambu.
Soeara Rakyat. “Pemerintah dan Pt. TPL : Membunuh Kami Pelan-Pelanâ€. Edisi 36/Desember/IX/2012.
Tauchid, Mochammad. 2009. Masalah Agraria : Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. Yogyakarta : STPN Press.
Tim Ahli Badan Arkeologi Medan. 2013. Laporan Peninjauan Arkeologi, Situs dan Budaya Masyarakat Batak Toba di Pollung, Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara.
Vergouwen, J.C, 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta : Pelangi Aksara.
Widowati, Dyah Ayu. dkk. 2015. “Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutanâ€. Dalam Asas-Asas Keagrariaan Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria, dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia, 417-524. Editor Ahmad Nashih Luthfi. Yogyakarta : STPN Press.
Additional Files
Published
Issue
Section
License
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).