LEKTUR AGAMA DALAM AKSARA LONTARA BERBAHASA BUGIS

Authors

  • Abubakar Surur Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

DOI:

https://doi.org/10.31969/alq.v7i2.609

Abstract

Propinsi Sulawesi Selatan didiami
empat suku yang merupakan penduduk
asli, masing-masing memiliki bahasa
tersendiri sebagai bahasa induk, yaitu
suku Bugis, Makassar, Mandar dan Suku
Toraja.
Bahasa Bugis tersebar luas, bukan
hanya di Sulawesi Selatan, tetapi menyebat
sampai ke seluruh pelosok tanah air.
Suku Bugis yang suka merantau sampai
keluar negeri dengan menggunakan
perahu khas yang disebut "pinisi",
banyak yang mendiami negara-negara
tetangga, seperti Malaysia, Singapura,
Brunei, Saudi Arabia dan negara lainnya.
Walaupun mereka telah menjadi warganegara
pada negara atau propinsi lain
yang didiaminya, mereka masih ketat
menggunakan bahasa Bugis sebagai
bahasa komunikasi antarmereka seharihari.
Disamping bahasa, orang Bugis
memiliki juga tulisan khusus yang dikenal
dengan tulisan lontara, masih tetap
digunakan, baik dalam surat-menyurat,
maupun dalam menyusun buku-buku
termasuk lektur agama (Islam).
Penyebaran dan perkembangan
Agama Islam di Sulawesi Selatan, sejak
awal menggunakan bahasa Bugis dan
aksara Lontara, didukung dengan kenyataan
bahwa orang-orang Bugis, yang
umumnya beragama Islam, lebih suka
menggunakan dan mempertahankan
pemakaian Bahasa Bugis sebagai sarana
komunikasi intern, disamping masih
banyak orang Bugis yang masih sulit
berkomunikasi dengan memakai bahasa
nasional, terutama mereka yang berdomisili
di pedesaan.
Penjelasan Undang-Undang Dasar
1945, pasal 36 menyebutkan :
"Di daerah-daerah yang mempunyai
bahasa sendiri, yang diperlihara
oleh rakyatnya dengan baik dan
bahasa-bahasa itu akan dihormati
dan dipelihara oleh nagara. Bahasa-
bahasa itupun merupakan sebahagian
kebudayaan Indonesia yang
hidup".
Dengan demikian, Bahasa daerah
Bugis dengan aksara Lontarak yang dimilikinya
sampai sekarang masih banyak
beredar dan dimiliki masyarakat serta
dibaca oleh penduduk yang menggunakan
bahasa Bugis, bahkan masih ada yanga
digunakan sebagai buku-buku rujukan di
Pesantren, Madrasah Diniyah dan Majelis
Taklim.
Untuk mengetahui lebih dalam,
perkembangan Lektur Agama tersebut,
penelitian dilakukan di Kotamadya Parepare,
Kota Sengkang, Watansoppeng
dan Kota Watampone, sebagai sampel
yang dianggap tersedia sumber data dan
tempat tinggal Ulama, pengarang Lektur
Agama berbahasa Bugis dapat ditemukan.
No. 12 Th. VII Juli/Desember 1995
LEKTUR AGAMA DALAM AKSARA LONTARA
BERBAHASA BUGIS 25
Pengumpulan data dilakukan melalui
wawan-cara dengan Ulama pengarang,
tokoh masyarakat, guru-gufu Madrasah
dan penerbit. Disamping itu, peneliti
melakukan juga pengamatan langsung ke
Pesantren dan Madrasah Diniyah.
Pengolahan dan analisis data dilakukan
dengan analisis kuantitatif dan analisis
kualitatif.

References

Bachtiar, Harsja W. Budaya dan Manu

s i a I n d o n e s i a , Hanindita,

Malang, 1983.

Departemen PK : Proyek Inventarisasi

d a n Dokumentasi Kebud

a y a a n Daerah, Ujungpandang,

/-1981.

Balai Penelitian Lektur Keagamaan

Ujungpandang : Laporan Hasil

P e n e l i t i a n Lektur Agama

dalam Bahasa Daerah Bugis

dan Makassar, Balai Penelit

i an Lektur Keagamaan,

Ujungpandang, 1983/1984.

Laporan Hasil Penelitian Masuknya

Islam di Sulawesi Selatan,

Balai Penelitian Lektur Keagamaan,

Ujungpandang, 1984/-

Koentjaraningrat : Masyarakat Desa di

Indonesia, Universitas Indonesia,

Jakarata, 1985.

Mattulada : La Toa, Gajah Mada Uni

versity, Yogyakarta, 1985.

Additional Files

Published

2018-11-11

Issue

Section

Articles